Halo semuanya.
Kali ini saya akan membahas mengenai berita yang kemarin sempat viral di twitter. Berawal dari cuitan Teddy Septiansyah (@teddyslfc) https://twitter.com/teddyslfc/status/1358334627501363208
Adanya cuitan tersebut, banyak teman-teman semua yang bertanya kepada saya. Apakah benar pada saat pembangunan De Groote Postweg atau yang dikenal dengan istilah "Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan", Daendels memberikan upah kepada para pekerja?
Pasalnya, dalam mata pelajaran Sejarah Indonesia, kita sering menemukan bahwa Daendels tidak pernah memberikan upah kepada para pekerja yang ikut andil dalam membangun Jalan Raya Anyer-Panarukan atau yang disebut dengan kerja paksa. Hal tersebut sangat menarik untuk dibahas, karena sangat bertolak belakang dengan arsip yang ada.
Sebelum membahas lebih lanjut, alangkah baiknya kita membahas ke akarnya terlebih dahulu. Berawal dari Napoleon Bonaparte. Apa hubungannya Daendels dengan Napoleon Bonaparte?
Teman-teman semua pasti pernah membaca sejarah Revolusi Prancis. Semangat Revolusi Prancis tersebut yang membuat Napoleon Bonaparte berkeinginan untuk memperluas wilayahnya, salah satunya Belanda. Napoleon Bonaparte bertekad untuk menghapuskan sistem monarki yang pada saat itu Belanda masih menggunakan sistem monarki. Napoleon Bonaparte berhasil menduduki Belanda dan didukung oleh kaum revolusioner Belanda karena mereka ingin terbebas dari otoriter Stadhouder (Raja Belanda). Pada akhirnya, Kerajaan Belanda berhasil didominasi oleh Prancis dan Napoleon Bonaparte mengutus saudaranya, Louis Bonaparte untuk menjadi Raja di Belanda.
Apakah hal tersebut berdampak bagi Hindia Belanda, yang pada saat itu sebagai negara jajahannya?
Ya, sudah jelas terkena dampak masa transisi tersebut. Hindia Belanda, salah satunya Pulau Jawa merupakan kawasan terpenting pada saat itu. Sebelum pergantian kekuasaan, Hindia Belanda diduduki oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang merupakan kongsi dagang milik Belanda. Pada masa itu, VOC memiliki saingan dalam perdagangan yakni kongsi dagang milik Inggris yang bernama EIC (East India Company). Inggris sangat mengincar wilayah Pulau Jawa, karena Pulau Jawa dikenal sebagai salah satu Pulau di Nusantara yang memiliki kekayaan berlimpah. Louis Bonaparte pun memandang bahwa hal tersebut jika dikelola dengan benar, maka akan membawa keuntungan yang sangat besar. Oleh sebab itu, Louis Bonaparte mengeluarkan keputusan untuk mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 29 Januari 1807. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, Daendels bukan berasal dari Belanda, tetapi utusan Louis Bonaparte yang berasal dari Prancis.
Sekarang, mari kita bahas tujuan Daendels ke Hindia Belanda.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Daendels akhirnya datang ke Hindia Belanda dan diberi tugas oleh Louis Bonaparte. Adapun tugasnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Daendels harus mempertahankan selama mungkin Pulau Jawa dari ancaman Inggris.
2. Daendels harus memperbaiki sistem administrasi negara untuk menggantikan sistem administrasi lama yang sangat merugikan negara induk.
Jika kita lihat di poin nomor 2, kedatangan Daendels ke Hindia Belanda salah satunya adalah memperbaiki sistem pemerintahan VOC. Sebenarnya, ada apa dengan sistem pemerintahan VOC?
Mari kita re-view dari masa sebelumnya. Kebangkrutan VOC pada 31 Mei 1799 disebabkan karena korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh para pejabat VOC. Gaya hidup para pejabat VOC juga tidak etis. Suka berfoya-foya. Hal tersebut berdampak buruk bagi pemerintahan VOC sehingga pada 1 Januari 1800 VOC resmi dibubarkan. Masa transisi ini yang mengakibatkan sistem pemerintahan di Hindia Belanda menjadi kacau dan Daendels ingin membenahi masalah yang ada pada saat itu. Mengganti sistem administrasi yang lama dengan sistem administrasi yang baru.
Hal ini juga tercantum dalam arsip Staat der Nederlandsche Oostindische Bezittingen Onder het Bestuur van den Governeur Generaal Herman Willem Daendels, Rider, Leutwnan-Generaal in de Jaareen 1808-1811. Sebelum kita bahas isi dari arsip tersebut, alangkah baiknya kita bahas terlebih dahulu arsip tersebut merupakan arsip membahas apa dan terdiri dari berapa bundle/volume.
Staat der Nederlandsche Oostindische Bezittingen Onder het Bestuur van den Governeur Generaal Herman Willem Daendels, Rider, Leutwnan-Generaal in de Jaareen 1808-1811, merupakan arsip yang berisikan tentang penugasan Daendels oleh Louis Bonaparte selama di Hindia Belanda dan dicetak dalam 3 bundle (yang saya temukan) atau mungkin lebih.
Karena banyaknya pasal-pasal yang ditulis, saya akan menggunakan pasal yang berkaitan saja, yakni mengenai penugasan Daendels di Hindia Belanda.
Terlihat dalam Art. 1 (Pasal 1) yang artinya "Segera kedatanggannya (Daendels) di Batavia, dia akan membawa isi dari tindakan terbuka komisi sebagai Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab dibawah pengawasan Dewan Hindia, ia akan menentukan dan melakukan dengan kualitas yang diperlukan sesuai yang ditentukan. Dengan pengawasan".
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa, Daendels harus memperbaiki permasalahan yang ada di Hindia Belanda. Permasalahan politik, ekonomi dan sosial.
Oke, kali ini kita akan masuk ke inti pembahasan. Apakah benar Daendels memberikan upah para pekerja yang membangun De Groote Postweg?
Pada pembahasan kali ini, saya akan menggunakan arsip Nederlandsch-Indisch Plakaatboek.
Plakaatboek atau buku plakat (surat resmi) merupakan kumpulan-kumpulan dari surat resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang menjabat antara tahun 1602-1811 yang berisikan larangan-larangan, surat-surat keputusan,
peraturan-peraturan, dan pemberitahuan-pemberitahuan.
Nederlandsch-Indisch Plakaatboek mempunyai 17 jilid, diterbitkan oleh Bataviaasch Genootschap (Ikatan Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia) yang sekarang menjadi Museum Nasional Indonesia dan disusun oleh J.A. van der Chijs antara tahun 1885-1900, dibawah pengawasan landsarchivaris (arsipasi negara).
Plakaat (surat resmi) masa pemerintahan Daendels sendiri terdapat 3 jilid, yaitu jilid 14, 15 dan 16. Dalam pembahasan kali ini, saya mengambil salah satu arsip yang berkaitan dengan De Groote Postweg.
Arsip yang saya gunakan terdapat di jilid 14, pada halaman 699 yang menjelaskan tentang Pembangunan Jalan Raya Pos antara Buitenzorg (Bogor) dan Karang-Samboeng.
Dalam paragraf pertama, menjelaskan bahwa Gubernur Jenderal (Daendels) mempertimbangkan kerugian besar yang timbul bagi para pemerintahan dan penduduk karena jalur transportasi yang tidak memadai, biaya transportasi yang mahal dan akan menyebabkan bahaya bagi pemerintah jika terdapat serangan dari musuh di suatu tempat dan tidak bisa menangkut/menjemput penduduk.
Dalam paragraf kedua, Gubernur Jenderal akhirnya mengambil keputusan. Terdiri dari 10 pasal.
Inti dari isi dari Pasal 1, bahwa akan ditunjuk komisaris pribumi untuk pembangunan Jalan Raya Besar dari Buitenzorg (Bogor) ke Carang-Sambong, melalui Tjipannas, Tjanjor, Bandong, Praccamoentjang dan Sumadang. Memberitahukan tidak untuk memetik kopi dan tidak memotong padi karena akan ada perataan jalan dan akan memasang 400 rouden? (sepertinya tiang) tiap Rijnlandsche? (sepertinya ini menjelaskan ukuran) yang bermaksud untung menunjukan jarak dan juga berfungsi menjaga jalan umum untuk penduduk.
Inti dari isi Pasal 2, bahwa tempat/medan harus menggunakan 2 tiang per-Rijnlandsche? dan dibentangkan secara bersamaan kedua sisinya dan harus dibuat sebaik mungkin. Agar dapat dilalui oleh segala jenis kendaraan. Tidak rusak apabila hujan deras/air dapat mengalir.
Inti dari isi Pasal 3, menjelaskan penduduk tidak diperkenankan untuk bekerja di wilayah tersebut. Akan ada penunjukan komisaris pribumi untuk menjadi pekerja pembangunan jalan.
Inti dari isi Pasal 4, menjelaskan bahwa akan segera dilakukan perbaikan jalan yang akan memakan waktu yang panjang. Adapun pembangunan ini untuk kepentingan pemerintah dan penduduk. Untuk upah yang dibayarkan sesuai dengan posisi yang ditempatkan, yaitu sebagai berikut :
dari Tjiceroa (Cisarua) ke Tjanjor (Cianjur) 10 ringgit perak per/orang.
dari Tjanjor ke Radja mandala 4 ringgit perak per/orang.
dari Radja mandala ke Bandong 6 ringgit perak per/orang.
dari Bandong ke Praccamoentjang 1 ringgit perak per/orang.
dari Praccamoentjang ke Sumadang 5 ringgit perak per/orang.
dari Sumadang ke Karangsambong 4 ringgit perak per/orang.
Inti dari isi Pasal 5 menjelaskan bahwa pengerjaan ini membutuhkan 1.100 orang yang akan didatangkan dari Jawa dengan pembagian sebagai berikut :
dari Tjiceroa ke Tjanjour 400 orang.
dari Tjanjour ke Radjamandala 150 orang.
dari Radjamandala ke Bandong 200 orang.
dari Bandong ke Praccamoentjang 50 orang.
dari Praccamoentjang ke Sumadang 150 orang.
dari Sumadang ke Karangsambong 150 orang.
Inti dari Pasal 6 menjelaskan Gubernur Jenderal menunjuk kolonel von Lutzow sebagai kepala bagian teknik dan ditemani oleh 2 orang insinyur untuk mengawasi proses pembangunan jalan tersebut. Mengawasi sebagian jalan dari Tjiceroa ke Tjanjour yang diawasi oleh 1 insinyur dan dari Praccamoentjang ke Carang-Sambong diawasi oleh 1 insinyur. Masing-masing ditemani oleh asisten yang sudah ahli dan dipilih langsung oleh para insinyur. Serta mereka yang ditunjuk akan diberikan seperempat rds zilver (ringgit) yang akan diberikan setiap harinya. Sementara untuk kepala dan insinyur akan disesuaikan sesuai pangkat.
Inti dari Pasal 7 menjelaskan bahwa tujuan khusus komisaris setempat akan mengawasi bagian tengah dan sisa perbaikan jalan.
Inti dari Pasal 8 menjelaskan bahwa para petinggi daerah mengawasi para penanam kopi dan padi agar mengosongkan lahannya. Seperti yang dijelaskan pada Pasal 1.
Inti dari Pasal 9 menjelaskan bahwa komisaris setempat diberi wewenang untuk mengawasi ketersediaan peralatan besi yang diperlukan dari gudang-gudang di Batavia.
Inti dari Pasal 10 menjelaskan bahwa Gubernur Jenderal meminta laporan dari pembangunan ini dilaporkan setiap seminggu sekali oleh komisaris setempat.
Dalam paragraf ini menjelaskan bahwa pada 28 Maret 1809 ditetapkan bahwa setiap koeli (kuli) dari Jaktrasche dan Preanger-regentschappen (Kabupaten Priangan) yang bekerja di jalan utama antara Tjiandjoer dan Soemadang, hingga jalan selesai dibangun, harus disediakan 1 perempat pon beras setiap hari dan 5 pon garam setiap bulan. Pada tanggal tersebut diputuskan juga bahwa. Pada 29 Maret 1809 juga diputuskan bahwa >>pekerja dari Cheribonsche dan vorstenlanden (daerah-daerah yang dulu pecahan dari Kesultanan Mataram, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Mangkunegaran dan Pakualaman) yang akan mengerjakan perbaikan jalan di regentschap Sumadang (Kabupaten Sumadang), untuk selanjutnya akan akan dibayar sebagai berikut : mandoor 3 ringgit, pekerja 2 ringgit dan per kepala 3 kantong beras, berikut peningkatan pembayaran yang digunakan untuk masing-masing para pekerja.
Dalam paragraf ini menjelaskan bahwa untuk kepentingan jalan di Megamendoeng, diberikan waktu pada tanggal 29 April 1809 untuk melakukan penggalian dengan menggunakan patjoel (pacul) dan linggis.
Dalam paragraf ini dijelaskan bahwa pada 10 Mei 1809 diputuskan >>bahwa Gubernur Jenderal meminta lima ratus pekerja dari Cheribonsche dan Preanger-regentschappen untuk membuat jalan di Mechemadong, dibayar dengan tembaga? menggantikan zilver?. Dengan kewenangan lebih lanjut dari administrator Jaccatrasche dan Preanger-regentschappen, van Motman, untuk memilih 2 orang Eropa yang cocok menjadi pengawas di Tjiceroa untuk mengawasi pekerja yang disebutkan diatas, mendapatkan 24 sen sehari, sebagian uang tembaga? dan saham.
Besi, baja dan perkakas "untuk pembuatan jalan besar di tepi sungai Tjicondeel di regentschap Tjianjour (Kabupaten Cianjur) dikeluarkan dari persediaan negara pada tanggal 19 Maret 1810, dan dapat disimpulkan bahwa jalan itu belum selesai.
Lihat juga pada 8 dan 27 Mei 1808.
Berikut penjelasan dari saya mengenai arsip pembangunan Jalan Raya Pos.
Mungkin belum banyak menjawab rasa penasaran teman-teman sekalian, karena keterbatasan waktu dan keterbatasan ilmu dalam mengelola arsip.
Jika ditanya kebenarannya, apakah pada saat itu anggaran pengupahan para pekerja tidak turun ke para pekerja? Apakah benar upah yang harusnya diberikan ke pekerja masuk ke kantong para komisaris/pejabat daerah pada saat itu? Saya rasa dalam hal itu saya tidak bisa menjawab. Karena saya bukan cenayang yang bisa menerawang masa itu. Kecuali saya punya Pintu Doraemon, hehehe. Tetapi pada dasarnya, jika kita berpatokan kepada kaidah penulisan sejarah, arsip sudah menjadi barang bukti yang fakta. Karena bersumber dari masa lampau dan bisa dikategorikan sumber primer.
Jika terdapat kesalahan dalam menjelaskan, mengelola/menerjamahkan arsip, boleh dikoreksi melalui kolom komentar. Karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Semoga Bermanfaat
Weltevredenoms.
Referensi :
Marihandono, Djoko. (2012). Pembangunan Kota Berbasis Multikultur : Studi Kasus Pembangunan Weltevreden Pada Awal Abad XIX. Dalam Irmayanti Meliono & Budianto (Editor). Prosiding Seminar Internasional Multikultural dan Globalisasi (hlm. 136-141). Depok : Pusat Penelitian dan Budaya. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Nederlandsch-Indisch Plakaatboek, 1602-1811, Veertiende Deel.
Staat der Nederlandsche Oostindische Bezittingen Onder het Bestuur van den Governeur Generaal Herman Willem Daendels, Rider, Leutwnan-Generaal in de Jaareen 1808-1811, Bijlagen, Eerste Stuk.
https://twitter.com/Sam_Ardi/status/1358677912623357955
https://republika.co.id/berita/o3cro84/korupsi-besarbesaran-pada-masa-voc
https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/placard-publication-volumes/
Arsip bisa diakses di :
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/1251234#page/1/mode/1up
https://www.google.com/search?biw=1366&bih=695&tbm=bks&sxsrf=ALeKk01y2f6JjaOsB5SCYeQKeI95xhK9RQ%3A1613386494719&ei=_lIqYPaiK5el9QP-iKSgDQ&q=Staat+der+Nederlandsche+Oost+Indische+Bezittingen&oq=Staat+der+Nederlandsche+Oost+Indische+Bezittingen&gs_l=psy-ab.3...7308.7536.0.7911.2.2.0.0.0.0.88.167.2.2.0....0...1c.1.64.psy-ab..0.0.0....0.Hnnse5ICnRg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar